Definisi Rahn
Rahn secara bahasa adalah al-ihtibas (penahanan), diambil dari ucapan
mereka, “Rahana asy-syai-a (jika ia berlangsung dan tetap).” Dan di
antaranya pula firman Allah:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” [Al-Muddatstsir: 38]
Secara syara’ adalah menjadikan harta sebagai jaminan bagi hutang agar
bisa dilunasi darinya jika yang berhutang berhalangan (udzur) dari
membayar hutangnya. [1]
Pensyari’atan Rahn
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperolah seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang ber-piutang).” [Al-Baqarah: 283]
Pembatasan (hukum) dengan waktu safar (perjalanan) dalam ayat di atas
sehingga tidak berlaku secara umum tidak bisa difahami secara terbalik
karena adanya indikasi hadits yang menunjukkan masyru’nya rahn.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ.
“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang
Yahudi dengan pembayaran tempo dan beliau menggadaikan baju perangnya.”
[2]
(Hukum) Memanfaatkan Barang Yang Digadaikan
Tidak boleh bagi orang si penerima gadai (murtahin) untuk memanfaatkan
barang yang digadaikan (rahn), sebagaimana yang telah lewat dalam
masalah qardh (piutang): “Setiap hutang yang menarik manfaat adalah
riba.”
Kecuali bila barang gadai tersebut berupa tunggangan (kuda, keledai dan
yang sejenisnya-penj.) atau sesuatu yang bisa diperah susunya (sapi,
unta, kambing dan yang lainnya-penj.), maka ia boleh menaiki tunggangan
tersebut dan memerah susunya jika ia memberikan nafkah (dengan memberi
makan) kepadanya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ
الدَّرِيُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي
يَرْكَبُ ويَشْرَبُ النَّفَقَةُ.
"Punggung hewan yang digadaikan boleh dinaiki dengan nafkahnya
(membayarnya) dan susu hewan yang digadaikan boleh diminum dengan
nafkahnya. Bagi orang yang menaiki dan meminumnya wajib menafkahinya.’”
[3]
Home »
» FIQH JUAL BELI....BAB GADAI (RAHN)
FIQH JUAL BELI....BAB GADAI (RAHN)
Written By phyton.id on Sabtu, 29 Juni 2013 | 10.03
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar