Definisi Riba
Ar-Riba -isim maqshur- diambil dari kata rabaa - yarbuu, se-hingga ditulis dengan alif ar-ribaa ( اَلرِّبَا ).
Ar-riba asal maknanya adalah az-ziyadah (pertambahan) baik pada dzat sesuatu itu sendiri, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
“…Hiduplah bumi itu dan suburlah...” [Al-Hajj: 5]
Dan bisa juga (pertambahan itu) terjadi pada pertukaran seperti satu dirham dengan dua dirham.
Hukum Riba
Riba hukumnya haram menurut al-Kitab, as-Sunnah dan ijma’ umat.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ
الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” [Al-Baqarah: 278-279]
Allah berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila.” [Al-Baqarah: 275]
Allah juga berfirman:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” [Al-Baqarah: 276] [1]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا
هُنَّ؟ قَالَ: اَلشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي
حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ
الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِِ.
“Jauhilah oleh kalian tujuh (perkara) yang membinasakan.” Para Sahabat
bertanya, “Apa itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada
Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan cara yang
haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang,
dan menu-duh wanita yang suci bersih lagi beriman (dengan perzinaan).”
[2]
Dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, ia berkata
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ j آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan
riba, orang yang mewakilinya, pencatatnya dan dua saksinya. Beliau
bersabda, “Mereka semua sama.” [3]
Dan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu a'nhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ.
“Riba memiliki tujuh puluh tiga pintu (dosa), dan yang paling ringan
(dosa)nya adalah bagaikan seseorang yang menikahi ibunya.” [4]
Dari ‘Abdullah bin Hanzhalah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً.
“Satu dirham (harta) riba yang dimakan seseorang yang ia mengetahui
(bahwa itu riba) adalah lebih dahsyat daripada tiga puluh enam zina.”
[5]
Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ.
“Tidaklah seseorang memperbanyak (memakan) riba kecuali akibat dari perbuatannya adalah (hartanya akan menjadi) sedikit.” [6]
Macam-Macam Riba
Riba ada dua macam: Riba nasi’ah dan Riba fadhl.
Adapun riba nasi’ah adalah tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh
si pemberi hutang (ad-da-in) dari si penghutang (al-madiin) sebagai
imbalan atas tempo (yang diberikan).
Riba jenis ini haram dengan (dalil) al-Kitab, as-Sunnah dan ijma’ umat.
Adapun riba fadhl adalah jual beli uang dengan uang atau makanan dengan makanan dengan ada tambahannya.
Riba jenis ini haram dengan dalil as-Sunnah dan ijma’ karena ia merupakan wasilah kepada riba nasi’ah.
Jenis-Jenis Yang Diharamkan Riba Padanya
Riba tidak terjadi kecuali pada al-ashnafus sittah (enam jenis) yang disebutkan dalam hadits.
Dari Ubadah bin ash-Shamit ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا
اخْتَلَفَتْ هذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ
يَدًا بِيَدٍ.
‘Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir
dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam (hendaklah dijual)
dengan timbangan yang sama, persis dan langsung diserah terimakan
(kontan). (Namun) jika berlainan jenisnya maka juallah semau kalian asal
ada serah terima.’” [7]
Apabila enam jenis ini dijual dengan yang sejenisnya seperti emas dengan
emas atau kurma dengan kurma, maka haram dilakukan dengan tafadhul
(saling dilebihkan) dan haram pula dilakukan dengan cara nasi’ah
(ditangguhkan serah terimanya), dan harus ada persamaan dalam timbangan
atau takaran dan tidak perlu melihat kepada (kualitas) baik dan
buruknya, serta harus ada taqabudh (serah terima) di majelis tersebut.
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ولاَ
تَشِفُّوا بَعْضُهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَ تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ
إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ولاَ تَشِفُّوْا بَعْضُهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَ
تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
“Janganlah engkau menjual emas dengan emas kecuali dengan timbangan yang
sama dan janganlah engkau melebihkan sebagian atas yang lainnya.
Janganlah engkau menjual perak dengan perak kecuali dengan timbangan
yang sama dan janganlah engkau melebihkan sebagian atas yang lainnya dan
janganlah engkau menjual barang yang ghaib (tidak ada di majelis)
dengan barang-barang yang hadir (di majelis).” [8]
Dari ‘Umar Ibnul Khaththab Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ
وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ.
“Emas dengan emas riba kecuali jika langsung serah terima, gandum dengan
gandum riba kecuali jika langsung serah terima dan sya’ir dengan sya’ir
riba kecuali jika langsung serah terima dan kurma dengan kurma riba
kecuali jika langsung serah terima.” [9]
Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam kami pernah diberi kurma jama’ (yaitu) kurma campuran (antara
yang bagus dengan yang jelek), maka kami menjualnya dua sha’ dengan satu
sha’. Berita tersebut sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam maka beliau bersabda:
لاَ صَاعَيْ تَمْرٍ بِصَاعٍ وَلاَ صَاعَيْ حِنْطَةٍ بِصَاعٍ وَلاَ دِرْهَمَ بِدِرْهَمَيْنِ.
“Janganlah menjual dua sha’ kurma dengan satu sha’ dan jangan pula
menjual dua sha’ gandum dengan satu sha’ dan jangan pula satu dirham
dengan dua dirham.” [10]
Dan apabila enam jenis ini dijual dengan jenis yang lain seperti emas
(dijual) dengan perak atau gandum dengan sya’ir maka boleh tafadhul
dengan syarat harus diserahterimakan di majelis karena sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ‘Ubadah yang telah
disebutkan: “(Namun) jika berlainan jenisnya maka juallah semau kalian
asalkan ada serah terima.”
Dan juga karena sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
‘Ubadah yang terdapat dalam riwayat Abu Dawud dan yang lainnya:
وَلاَ بَأْسَ بِبَيْعِ الذَّهَبِ بِالْفِضَّةِ، وَالْفِضَّةُ
أَكْثَرُهُمَا, يَدًا بِيَدٍ, أَمَّا نَسِيْئَةُ فَلاَ, وَلاَ بَأْسَ
بِبَيْعِ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ، وَالشَّعِيْرُ أَكْثَرُهُمَا يَدًا
بِيَدٍ، وَأَمَّا نَسِيْئَةُ فَلاَ.
“Tidak mengapa menjual emas dengan perak dengan jumlah perak lebih
banyak (apabila) langsung serah terima adapun dengan cara nasi’ah
(ditangguhkan serah terimanya), maka tidak boleh. Dan tidak mengapa
menjual gandum dengan sya’ir dengan jumlah sya’ir lebih banyak (apabila)
langsung serah terima, adapun dengan cara nasi’ah maka tidak boleh.”
[11]
Dan apabila enam jenis ini dijual dengan jenis dan ‘illat (sebab) yang
menyelisihinya, seperti emas dengan gandum dan perak dengan garam, maka
boleh tafadhul dan juga nasi’ah.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ.
“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang
Yahudi dengan (pembayaran) tempo, dan beliau menggadaikan baju perangnya
kepadanya.” [12]
Al-Amir ash-Shan’ani berkata dalam Subulus Salaam (III/38), “Ketahuilah
bahwa ulama telah sepakat atas bolehnya menjual barang riba dengan
barang riba lain yang tidak sama jenisnya dengan cara ditangguhkan dan
saling dilebihkan, seperti menjual emas dengan gandum, perak dengan
sya’ir dan yang lainnya dari barang-barang yang ditakar.” (Selesai).
Juga tidak boleh menjual ruthab (kurma basah) dengan kurma kering
kecuali bagi ahlul ‘araya, mereka adalah orang-orang fakir yang tidak
memiliki pohon kurma, maka mereka boleh membeli ruthab dari pemilik
pohon kurma yang mereka makan dari pohonnya dengan memperkirakan
(takarannya) dengan tamr (kurma kering).
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ
الْمُزَابَنَةِ، وَالْمُزَابَنَةُ بَيْعُ الثَّمَرِ بِالتَّمْرِ كَيْلاً
وَبَيْعُ الْكَرْمِ بِالزَّبِيبِ كَيْلاً.
“Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang muzabanah
(yaitu) menjual kurma basah dengan tamr (kurma kering) dengan takaran
dan menjual anggur basah dengan anggur kering dengan takaran.” [13]
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ لِصَاحِبِ الْعَرِيَّةِ أَنْ يَبِيعَهَا بِخَرْصِهَا مِنْ التَّمْرِ
“Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan bagi
pemilik ariyah (pemilik pohon kurma) untuk menjual kurma basah dengan
memperkirakan (takarannya) dengan tamr (kurma kering).” [14]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hanyalah melarang menjual ruthab
dengan tamr lanaran ruthab apabila mengering akan berkurang takarannya,
se-bagaimana disebutkan dari Sa’id bin Abi Waqqash.
Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu :
أَنَّ النَّبِيَّ j سُئِلَ عَنْ بَيْعِ الرُّطَبِ بِالتَّمْرِ فَقَالَ
أَيَنْقُصُ الرُّطَبُ إِذَا يَبِسَ؟ قَالُوْا: نَعَمْ فَنَهَى عَنْ ذلِكَ.
“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang menjual ruthab
dengan tamr, maka beliau menjawab, ‘Bukankah ruthab akan menyusut
apabila mengering?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Maka beliau melarangnya.”
[15]
.
Juga tidak boleh menjual barang ribawi dengan yang sejenisnya,
sedangakan bersama keduanya atau bersama salah satunya jenis yang lain.
Dari Fadhalah bin ‘Ubaid Radhiyallahu a'nhu, ia berkata, “Aku membeli
kalung pada hari Khaibar seharga dua belas dinar, pada kalung tersebut
ada emas dan mutiara. Lalu aku melepas mutiaranya. Tiba-tiba aku
menemukan padanya lebih dari dua belas dinar. Lalu aku menceritakannya
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لاَ تُبَاعُ حَتَّى تُفَصَّلَ.
‘Jangan engkau jual sehingga engkau pisahkan (emas dengan mutiara).’” [16]
Home »
» FIQH JUAL BELI....BAB RIBA
FIQH JUAL BELI....BAB RIBA
Written By phyton.id on Sabtu, 29 Juni 2013 | 09.37
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
mohon ijin untuk share
BalasHapus