"Yang penting niat dan tujuannya baik", itulah ungkapan yang sering
didengar dari para pelaku perbuatan yang menyelisihi syariat, ketika
tidak lagi memiliki alasan lain. Ungkapan ini dijadikan tameng untuk
menangkis teguran dan kritikan yang diarahkan kepadanya.
Bahkan ada yang menjadikan ungkapan ini sebagai landasan untuk
melegalkan dan menghalalkan segala cara demi mewujudkan niat baiknya,
baik dalam urusan dunia maupun agama. Misalnya, demi mewujudkan niat
beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , namun segala cara ditempuh
termasuk cara yang mengandung bid'ah atau maksiat.
Sebagian yang lain ingin menegakkan agama dan membela kehormatan kaum
Muslimin tetapi mereka menempuh cara-cara yang sangat buruk dengan
melancarkan aksi teror, membunuh, mencuri serta bom bunuh diri. Ada juga
yang ingin berdakwah, tetapi dengan musik dan sinetron 'Islami'.
Dalam urusan dunia, ada yang ingin menggenggam jabatan dan kedudukan,
Namur dengan melegalkan suap, bohong dan tindak kedzaliman. Kekayaan dan
harta melimpah termasuk diantara yang menyilaukan banyak orang sehingga
segala cara untuk meraihnya ditempuh, tanpa peduli halal dan haram.
Itulah sebagian fakta zaman sekarang ini, kehidupan materialis yang
sangat terwarnai fitnah syubuhât dan syahawât. Yang menjadi pertanyaan,
bagaimanakah status ungkapan 'apapun dilakukan, yang penting niat dan
tujuannya baik' dalam pandangan Islam? Apakah tujuan yang baik boleh
menghalalkan segala cara?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu
sebuah kaedah masyhur dan agung yang berkaitan dengan tujuan
(al-maqâshid) dan sarana (al-wasîlah) yang berbunyi :
الْوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ
Sarana memiliki hukum sama dengan tujuan(nya)
Sarana adalah sesuatu atau metode yang digunakan untuk meraih atau
mewujudkan maksud dan tujuan. Maksud dari kaidah di atas adalah hukum
sarana sama dengan hukum tujuannya. Jika tujuan yang dicapai hukumnya
wajib, maka sarananya juga demikian hukumnya wajib. Bila tujuannya
haram, maka sarana untuk mencapainya pun hukunya juga haram. Dan apabila
tujuannya bersifat mubah, sunat atau makruh, maka hukum sarananya
begitu juga. Oleh karenanya, jika suatu kewajiban tidak mungkin
terlaksana kecuali melalui suatu sarana tertentu, maka sarana (cara)
tersebut wajib dilakukan. Dari sini terpahami betapa pentingnya sebuah
sarana.
Namun perlu di ketahui bahwa sarana itu terbagi dua :
1. Sarana yang baik. Sarana inilah yang hukumnya sama dengan hukum tujuan atau maksud.
2. Sarana yang tidak baik. Sarana ini tidak boleh dilakukan, meski
tujuan dan niatnya baik. Sebab dalam agama Islam, maksud yang baik tidak
bisa membolehkan atau menghalalkan sarana yang haram (terlarang),
seperti mencuri untuk membelanjai keluarga. Mencuri hukumnya tetap
haram, meski tujuannya bagus yaitu mencukupi kebutuhan belanja keluarga.
Jadi, sarana yang haram tetap terlarang, sekalipun tujuannya baik.
Ini menunjukkan bahwa dalam syari'at islam, maksud yang baik harus
digapai dengan sarana (cara) yang baik pula atau dibenarkan syariat.
Sebab tujuan dan maksud tertentu tidak menghalalkan segala cara dan
sarana, kecuali dalam kondisi yang sangat dhorurat, dan itu pun harus
diukur sesuai dengan kadar kedaruratannya, tidak bebas. Hal ini
berdasarkan kaedah :
الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
(Keadaan) yang dharurat menyebabkan sesuatu yang terlarang menjadi boleh
Dan kaidah lain yaitu :
الضَّرُوْرَةُ يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
(Keadaan) dharurat diukur dengan kadarnya
Dengan demikian jelaslah bahwa kaidah 'tujuan membolehkan segala cara"
adalah sebuah kaedah yang keliru dan batil. Akan tetapi, kaedah yang
benar adalah:
( الْغَايَةُ لاَ تُبَرِّرُ الْوَسِيْلَةَ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ )
Tujuan tidak membolehkan wasilah (cara) kecuali dengan dalil
Pengertiannya, bahwa tujuan (niat) baik tidak bisa begitu saja
membenarkan (menghalalkan) sarana yang terlarang, kecuali bila ada dalil
yang membolehkan sarana tersebut. Oleh karenanya, tidak diperbolehkan
bagi seorang pun berdalih dengan niat atau tujuan baik untuk membolehkan
sarana yang haram. Akan tetapi, ia harus memperhatikan maksud yang
baik, sarana yang syar'i dan dampak yang baik sekaligus, dan bila
terdapat dalil yang shahîh yang membolehkan melakukan sarana yang
terlarang untuk mengaplikasikan, menyelamatkan dan memelihara tujuan
yang baik, maka hukum tersebut hanya khusus untuk sarana itu saja,
seperti berbohong untuk mendamaikan atau memperbaiki hubungan
persaudaraan sesama Muslim, berbohong untuk menyelamatkan jiwa yang
tidak berdosa dari bahaya, bohong (menipu) orang kafir dalam perang dan
suami berbohong kepada istri demi terjalinnya keharmonisan dan kasih-
sayang antara mereka berdua. Ini semua telah dijelaskan oleh hadits
hadits yang shahîh. Nabi bersabda:
(لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ ويَقُولُ خَيْرًا ويَنْمِي خَيْرًا).
Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan antara manusia, ia berkata baik dan menaburkan kebaikan ".
Tentang hadits ini, Ibnu Syihâb rahimahullah, termasuk perawi hadits ini mengatakan:
وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ
إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ
الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.
"Saya tidak mendengar ada keringanan dalam suatu kebohongan yang
dikatakan oleh manusia kecuali pada tiga perkara: dalam perang,
mendamaikan antara manusia, pembicaraan suami kepada istrinya dan
pembicaraan istri kepada suaminya"[1] .
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: الْحَرْبُ خُدْعَةٌ
Peperangan adalah (berisi) tipu-daya [2]
Hukum asal kebohongan itu adalah haram, akan tetapi hukumnya beralih
menjadi boleh dalam kondisi di atas demi mewujudkan tujuan yang baik.
Sebagian ulama menjelaskan bahwa maksudnya bukan kebohongan murni,
tetapi sekedar berbentuk ta'rîdh (ucapan yang tidak berterus-terang).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Para ulama telah sepakat bolehnya
mengelabui orang kafir dalam peperangan dengan cara apa saja yang
mungkin dilakukan, kecuali bila terdapat padanya pembatalan perjanjian
dan perdamaian, ini tidak di perbolehkan. Dalam hadits yang shahîh
terdapat kandungan pengertian bolehnya melakukan kebohongan dalam tiga
perkara, salah satunya: dalam perang. Ath Thabari rahimahullah berkata:
"Kebohongan yang hanya diperbolehkan dalam perang adalah al-ma'ârîdh
(tidak berterus-terang) bukan kebohongan murni, (kalau ini) hukumnya
tidak boleh', Imam Nawawi rahimahullah mengomentari : "Demikian
pernyataan beliau. Walaupun yang kuat adalah bolehnya melakukan
kebohongan murni, akan tetapi tentu melakukan ta'rîdh (tidak
berterus-terang dalam berucap) adalah lebih afdhol (utama) Wallâhu
a'lam" [3] .
Dari pemaparan ini, jelaslah jawaban pertanyaan di atas, apakah tujuan
membolehkan segala sarana. Tentu saja, jawabanya: tidak!. Itu bukanlah
sebuah kaedah syar'i dan prinsip agama yang mulia, namun sebuah kaedah
yang diadopsi dari seorang non-Muslim, tiada lain sumbernya kecuali
teori yang di cetuskan oleh seorang politikus Yahudi yang bernama
Niccolo Machiaveli yang berasal dari Italia yang hidup antara tahun
(1469-1527 M), oleh karenanya kaedah ini dikenal dengan teori Machiaveli
[4] .
Sebuah kaedah yang jelas kebatilannya, bertentangan dengan kaedah syari'
yang menjelaskan bahwa setiap amalan hanya diperbolehkan dan dihukumi
sebagai amal sholeh apabila tujuannya baik, sarananya baik dan berdampak
(berakibat) baik.
Di antara perkara yang menjelaskan kebatilan teori Machiaveli ini sebagai berikut [5] :
1. Islam mengharuskan manusia memperhatikan sarana (cara) sebagaimana
memperhatikan maqooshid (tujuan). Siapa saja yang hanya memperhatikan
tujuan, tanpa mempedulikan sarana (cara pencapaiannya), berarti orang
ini telah mengambil sebagian agama, sekaligus mengesampingkan sebagian
aturan syar'i yang lain. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا
جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ
وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap
sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari
kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allâh tidak
lengah dari apa yang kamu perbuat".[al-Baqarah/2 : 85]
2. Menyelisihi agama dalam pemilihan sarana (cara) seperti halnya
menyelisihi agama dalam penentuan tujuan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih [an-Nûr/24:63]
Kata (أَمْرِهِ) dalam ayat di atas adalah sebuah kalimat nakirah (umum)
yang diidhofahkan (sandarkan), maka menunjukkan makna yang umum,
mencakup seluruh perkara yang berkaitan dengan sarana (cara) dan tujuan.
3. Tidak diragukan lagi bahwa kaedah ini adalah faktor utama kerusakan
kehidupan dunia, merajalelanya bermacam bentuk kezhaliman, kerusuhan dan
kekacauan, dan kebinasaan manusia.
Berikut perkataan sebagian ulama Islam yang menjelaskan kebatilan kaedah yahudiyyah ini, menghalalkan segala cara demi tujuan :
Imam al 'Iz Ibnu 'Abdus Salâm rahimahullah berkata: "Tidak boleh
mendekatkan diri kepada Allâh kecuali dengan bermacam maslahat dan
kebaikan, dan tidak boleh mendekatkan diri kepada-Nya dengan suatu
kerusakan dan kejahatan. Berbeda dengan para raja (penguasa) yang zhalim
yang (manusia) mendekatkan diri kepada mereka dengan kejahatan, seperti
merampas harta, pembunuhan, menganiaya manusia, menebarkan kerusakkan,
menampakkan kebangkangan dan merusak negeri, dan tidak boleh mendekatkan
diri kepada Rab (Allah) kecuali dengan kebenaran dan kebaikkan"[6] .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Tidak setiap sebab
(cara) yang (dengannya) manusia mendapatkan (pemenuhan) kebutuhannya
disyariatkan dan diperbolehkan. Hanya diperbolehkan apabila maslahatnya
lebih dominan dari mafsadah (kerusakan, bahaya)nya dari hal-hal yang
diizinkan oleh syariat" .[7]
Itulah sebagian perkataan ulama Islam tentang bahaya dan larangan
menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Kendatipun demikian
hukumnya, akan tetapi kaedah yahudiyyah yang batil ini tetap masih
banyak digunakan oleh sebagian kaum Muslimin. Mereka ini tidak
mempertimbangkan dan memilih sarana dan cara yang syar'i (yang baik)
demi mewujudkan tujuan dan cita-cita.
CONTOH NYATA PRAKTEK KAEDAH RUSAK INI SI TENGAH UMAT
Sangat di sayangkan, sebagian orang yang ingin mengajak kepada islam dan
memperjuangkan kehormatannya dengan menggunakan kaedah yang batil ini.
Berikut beberapa contoh riilnya:
1. Sebagian orang ingin menyampaikan dakwah melalui media musik dan
perfilman, sehingga kita melihat akhir-akhir ini marak sebagian juru
dakwah, artis , pemusik dan pelawak memanfaatkannya sebagai media
dakwah(!?). Bahkan sebagian aktivis da'wah haraki menggunakan nasyid
(nyanyian) dan sandiwara Islami (!) sebagai sarana dakwah dan
tarbiyahnya.
Hal ini tentu telah menyelisihi prinsip agama yang mulia ini. Islam
tidak mengizinkan sarana-sarana yang seperti itu yang sangat jelas
mengandung perbuatan haram seperti percampuran lelaki dan perempuan,
sentuhan lelaki dan perempuan yang bukan mahram, dusta, musik yang
justru melalaikan hati dan kerusakan lainnya. Karenanya, tidak ada dalam
kamus Islam istilah musik islami atau nyanyian islami atau film islami
dan yang semisalnya. Istilah-istilah seperti itu baru muncul dan dikenal
seiring dengan munculnya Jama'ah jama'ah dakwah hizbiyyah harakiyah.
Panutan mereka ialah sekte-sekte Shufiyyah yang menjadikan alunan-alunan
musik, irama-irama lagu dan syair-syair sebagai bagian yang tidak lepas
dari mereka dalam ibadah dan praktek keagamaan. Ini jelas menyelisihi
petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
2. Bahkan yang lebih aneh lagi, munculnya orang orang yang menamakan
diri mereka sebagai pejuang Islam dan pembela martabat kaum Muslimin (!)
melalui cara melancarkan teror, intimidasi peledakan, bom bunuh diri,
pembunuhan dan mencuri serta perampokan demi jihad (!?). Subhanallâh!
Apakah kerusakan seperti ini dibenarkan oleh Islam? Benarkah aksi-aksi
di atas termasuk jihad? Ya, benar, tetapi jihad di jalan setan, bukan
jihad di jalan ar-Rahmân.
Tentu ini adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam, dan sungguh para
pelakunya telah berbohong atas nama Allâh, Rasul-Nya dan agama yang
mulia ini. Sebab dengan nekad, mereka menamakan kezhaliman dan perbuatan
keji yang tidak manusiawi itu dengan jihad dan amar ma'ruf nahi munkar.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai rahmat bagi alam semesta berlepas diri dari aksi-aksi tersebut
dan mengutuk para pelakunya dan menghukumi mereka sebagai kaum khawârij
dan para terorisme yang melakukan kerusakkan, menebarkan keresahan,
kekacauan dan ketakutan di permukaan bumi ini. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Dan janganlah kamu melakukan kerusakkan di permukaan bumi setelah adanya kebaikan [Al-A'râf/7:56]
Islam tidak pernah menghalalkan pencurian dan perampokkan, sekalipun untuk tujuan baik, sebab Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allâh. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
[al-Mâidah/5: 38]
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ
فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ
أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ
ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allâh dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar.[al-Mâidah/5:33]
Dan Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan bermacam bentuk kezdoliman, sebagaimana dalam hadits qudsi:
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas
diri-Ku, dan Aku haramkan juga di antara kamu, maka janganlah kamu
saling menzhalimi [8]
Kesalahan dan kezhaliman para penguasa tidak membolehkan kita untuk
mengingkarinya dengan sarana (cara) yang tidak diperbolehkan (tidak
syar'i), seperti kudeta, demonstrasi dan angkat senjata, serta
membeberkan dan menyebarkan kesalahan-kesalahannya di media massa dan
mimbar. Sebab, hal itu tidak menyelesaikan permasalahan, bahkan akan
menambah kerusakan dan menimbulkan fitnah yang lebih besar, akan tetapi
dengan mengugnakan cara-cara yang syar'i, yaitu dengan memberikan
nasehat secara langsung dengan secara berduaan (jika hal itu
memungkinkan), atau menulis surat kepadanya, serta mendoakan kebaikan
baginya, sebab kebaikan mereka adalah kebaikan untuk masyarakat dan
negara itu sendiri, dan sabar menghadapi kezhalimannya, karena
kezhaliman para penguasa disebabkan oleh kezhaliman rakyatnya sendiri,
karena merupakan sunnatullâh bahwa Allâh Azza wa Jalla akan menjadikan
para penguasa (pemimpin) yang memiliki karakter dan keimanan seukuran
dengan perilaku, karakter, kepribadian, mentalitas dan keimanan
masyarakat suatu negeri. Oleh karenanya, masyarakat jangan bisa
menyalahkan dan mengkritik pemerintah saja, tetapi mereka harus
mengkoreksi diri dan intropeksi jiwa, sejauh mana mereka telah berbuat
keadilan dan meninggalkan kezhaliman.
Tidak heran, kalau para terorisme yang menghalalkan segala cara untuk
mewujudkan tujuan mereka menamakan aksi dan teror mereka dengan jihad
sehingga mereka siap mati dan berkorban demi hal itu, karena pemikiran
mereka telah terkontaminasi oleh pemikiran sesat takfîri sehingga mereka
meyakini hal tersebut suatu kebaikkan yang harus dilakukan dan
diperjuangkan. Oleh sebab itu, mereka rela mati untuk memperjuangkan
'jihad' mereka ini. Dari sini dapat diketahui, mengapa mereka sulit
untuk bertaubat dan meninggalkan aksi bom bunuh diri itu. Pasalnya,
mereka telah meyakininya sebagai kebaikan dan tidak pernah ada dalam
sejarah orang yang bertaubat dari kebaikan. Hal ini menjelaskan kepada
kita akan bahayanya pemikiran yang sesat (syubhat). Imam Sufyân
ats-Tsauri rahimahullah mengatakan: "Bid'ah lebih disukai oleh iblis
dari maksiat, karena pelaku maksiat mudah bertaubat, dan pelaku bid'ah
tidak bisa (sulit) bertaubat"[9] .
3. Sebagian yang ikut serta dalam percaturan demokrasi yang bersumber
dari pemikiran kufur, tidak malu-malu untuk menjalin koalisi
(bekerjasama) dengan partai partai non-Islam untuk menegakkan syari'at
Islam atau daulah Islamiyah (!?), sebagaimana yang dilakukan dan
didengungkan oleh sebagian partai politik atau para aktivis dakwah
haraki. Dan sudah tidak malu lagi mencalonkan diri dalam pilkada sebagai
wakil dari calon kepala daerah seorang wanita dengan foto berdampingan
yang terpampang di banyak tempat umum.
Bahkan seluruh jama'ah dakwah hizbiyyah harakiyah dengan berbagai macam
isu yang mereka usung dan latar belakang –secara umum- menggunakan
kaedah yang batil ini (menghalalkan segala cara demi tujuan). Maka,
tidak heran kalau kita melihat dalam dakwah mereka terdapat banyak
penyimpangan dari prinsip prinsip aqidah Ahlu Sunnah dan menyelisihi
sarana sarana dakwah para Nabi dan dakwah generasi Salaf.
Karena itu, mengikuti manhaj dakwah Salaf adalah satu-satunya pilihan
terbaik untuk mengenal Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya. Manhaj
dakwah salafiyah selalu menggunakan sarana sarana yang syar'i dan
komitmen dengannya dalam mewujudkan tujuan yang mulia dan agama yang
suci, indah lagi sempurna ini. Mereka selalu berjalan bersama dalil
kemana saja dalil itu mengarah. Inilah salah satu satu keistimewaan
dakwah yang berkah ini. Walillâhil hamd.
Home »
» NIAT DAN TUJUAN BAIK SAJA TIDAK CUKUP.
NIAT DAN TUJUAN BAIK SAJA TIDAK CUKUP.
Written By phyton.id on Minggu, 30 Juni 2013 | 10.59
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar