HUKUM BERHAJI DARI DANA TALANGAN BANK
Alhamdulillah , shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kiblat yang bermuara di Baitullah atau Ka’bah adalah arah-arah Anda
setiap kali mendirikan shalat. Tentu arah ini memiliki arti tersendiri
dalam hidup Anda. Dan sudah barang tentu hati Anda selalu merindukan
untuk memiliki kesempatan beribadah kepada Allah langsung di hadapan
Ka’bah. Wajar bila pertama kali Anda berkesempatan untuk beribadah
kepada Allah langsung di hadapan Ka’bah, Anda tak kuasa menahan luapan
rasa bahagia. Hati Anda berbunga-bunga, dan pikiran Anda terharu dan air
matapun mengalir bercucuran. Betapa tidak, arah yang selama ini Anda
agungkan ternyata bermuara pada bangunan sederhana, yaitu Ka’bah.
Bangunan yang tersusun dari bebatuan hitam, yang sudah barang tentu
tidak kuasa memberi Anda apapun.
Kesederhanaan Ka’bah menjadikan Anda menyadari bahwa selama ini ternyata
Anda tidaklah menyembah bangunan Ka’bah. Selama ini sejatinya Anda
sedang mengagungkan Tuhan Ka’bah, Pencipta dan Penguasa dunia beserta
isinya.
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِالَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan” [Al-Quraisy : 34]
Walau demikian, mata Anda tak akan pernah puas memandang Ka’bah, dan
kerinduan akan selalu melekat dalam hati Anda untuk terus berkunjung dan
beribadah di dekatnya.
Saudaraku! Fenomena yang Anda rasakan bersama Ka’bah ini sejatinya
adalah efek langsung dari kobaran iman Anda kepada Allah Ta’ala. Anda
menyadari bahwa Allah-lah yang memerintahkan Anda untuk meghadapkan
wajah ke arahnya, karenanya Anda selalu rindu kepadanya.
Begitu kuat kerinduan Anda kepada Ka’bah hingga menjadikan Anda berusaha
sekuat tenaga untuk dapat mengobati kerinduan Anda walau hanya sesaat
atau minimal sekali seumur hidup Anda. Sedikit demi sedikit Anda
menyisihkan dari hasil kucuran keringat Anda, agar dikemudian hari Anda
berkesempatan menikmati kesejukan beribadah di sisi Baitullah Ka’bah.
Bahkan mungkin Anda rela menjual berbagai aset Anda, atau bahkan
berhutang agar dapat mewujudkan impian Anda ini.
BERHAJI DARI HASIL BERHUTANG
Kerinduan Anda kepada Ka’bah’ menjadikan banyak orang memutar otak dan
mencari berbagai terobosan guna mewujudkannya. Dan diantara terobosan
yang sekarang banyak ditawarkan ialah dengan mengikuti program arisan
atau menggunakan dana talangan haji. Bagi banyak kalangan, program ini
terasa bak hembusan angin surga yang mengobati kerinduan hatinya.
Akibatnya, banyak dari mereka terbuai dan langsung menerimanya tanpa
berpikir lebih dalam tentang hukum dan resikonya.
Andai mereka sedikit meluangkan waktu dan pikiranya guna
menimbang-nimbang program ini, nisacaya mereka mewaspadainya,
program-program semacam ini, walau pada awalnya terasa empuk, namun pada
akhirnya terasa berat dan menyusahkan. Terlebih-lebih bila program dana
talangan haji ditinjau dari hukum syar’inya.
Dana talangan haji yang sekarang sedang marak diterapkan di berbagai
lembaga keuangan, adalah salah satu bentuk rekayasa melanggar hukum
Allah Ta’ala. Praktek yang sekarang sedang menjamur di masyarakat ini
sekilas berupa akad qardh (piutang) dan ijarah (sewa menyewa jasa). Dan
tidak diragukan bahwa kedua akad ini bila dilakukan secara terpisah
adalah halal.
Walau demikian, ketika kedua akad ini dilakukan secara bersamaan dan
saling terkait, muncullah masalah besar. Yang demikian itu karena
beberapa alasan :
1. Larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ
“Tidak halal menggabungkan antara piutang dengan akad jual-beli” [HR Abu Dawud hadits no. 3506 dan At-Tirmidzy hadits no. 1234]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :”Pada hadits ini Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam melarang penggabungan antara piutang dengan jual beli.
Dengan demikian bila Anda menggabungkan antara akad piutang dengan akad
sewa-menyewa berarti Anda telah menggabungkan antara akad piutang dengan
akad jual-beli atau akad yang serupa dengannya. Dengan demikian, setiap
akad sosial semisal hibah pinjam-meminjam, hibah buah-buahan yang masih
di atas pohonnya, diskon pada akan penggarapan ladang atau sawah, dan
lainnya semakna dengan akad hutang piutang, yaitu tidak boleh
digabungkan dengan akad jual-beli dan sewa-menyewa” [Majmu Fatawa Ibnu
Taimiyyah 29/62]
2. Riba Terselubung
Secara lahir kreditur tidak memungut tambahan atau riba atau bunga dari
piutangnya, namun secara tidak langsung ia telah mendapatkannya, yaitu
dari uang sewa yang ia pungut. Anda pasti menyadari bahwa sewa menyewa
(jual jasa pengurusan administrasi haji) yang dilakukan oleh lembaga
keuangan terkait langsung dengan akad hutang piutang. Biasanya, yang
telah memiliki dana sendiri untuk biaya hajinya, tidak akan menggunakan
layanan “dana talangan haji” ini. Dengan demikian, adanya talangan dana
haji ini, menjadikan lembaga keuangan terkait dapat memasarkan jasanya
dan pasti mendapatkan keuntungan dari jual-beli jasa tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan hal ini dengan berkata :
“Kesimpulan dari hadits ini menegaskan bahwa : Tidak dibenarkan
menggabungkan antara akad komersial dengan akad sosial. Yang demikian
itu karena keduanya menjalin akad sosial disebabkan adanya akad
komersial antara mereka. Dengan demikian akad sosial itu tidak
sepenuhnya sosial. Namun akad sosial secara tidak langsung menjadi
bagian dari nilai transaksi dalam akad komersial.
Dengan demikian orang yang menghutangkan uang sebesar seribu dirham
kepada orang lain, dan pada waktu yang sama kreditur tidak rela memberi
piutang kecuali bila debitur membeli barangnya dengan harga mahal.
Sebagaimana pembeli tidaklah rela membeli dengan harga mahal melainkan
karena ia mendapatkan piutang dari penjual” [Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah
29/63]
3. Memberatkan Masyarakat
Sistem setoran haji yang diterapkan oleh Departemen Agama dengan online,
sehingga dapat dilakukan kapan saja, telah mendatangkan masalah besar.
Masyarakat berlomba-lomba untuk melakukan pembayaran secepat mungkin,
guna mendapatkan kepastian jadwal keberangkatan. Akibatnya , banyak dari
mereka yang sejatinya belum mampu menempuh segala macam cara, karena
khawatir kelak harus menanti lama. Banyak dari mereka yang memaksakan
diri dengan cara menggunakan sistem dana talangan haji atau arisan.
Adanya praktek memaksakan diri ini tidak diragukan membebani masyarakat.
Terlebih-lebih menjadikan agama Islam yang pada awalnya terasa mudah,
sekarang menjadi terasa sulit nan berat. Untuk dapat berhaji harus
menanti sekian lama, dan selama penantian banyak dari mereka yang harus
tersiksa dengan cicilan piutang. Bahkan sepulang menunaikan ibadah
hajipun, sering kali masih menanggung beban cicilan biaya perjalan
hajinya.
Sudah barang tentu melaksanakan ibadah dengan cara memaksakan diri semacam ini tentu tidak selaras dengan syariat Islam.
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَالأَعْمَالِ مَاتُطِيْقُوْنَ فَإِنَّ
اللَّهَ لاَيَمُلُّ حَتَّى تَمُلُّواوَإِنَّ أَحَبَّ اْلأَعْمَالِ إِلَى
اللَّهِ مَادُوْوِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ
“Wahai umat manusia, hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kuasa
kalian kerjakan, karena sejatinya Allah tidak pernah merasa bosan
(diibadahi) walaupun kalian sudah merasakannya. Dan sesungguhnya amalan
yang paling dicintai Allah ialah amalan yang dilakukan secara terus
menerus, walaupun hanya sedikit” [HR Bukhari hadits no. 1100 dan Muslim
hadits no. 785]
Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
pesan ini ketika mendengar cerita bahwa Khaula’ binti Tuwait senantiasa
shalat malam dan tidak pernah tidur.
Dan dalam urusan haji Allah Ta’ala berfirman.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” [Ali-Imran : 97]
Home »
» FIQH BISNIS 4
FIQH BISNIS 4
Written By phyton.id on Senin, 10 Juni 2013 | 09.46
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar